Intepol temukan 68 korban, 146 pelaku yang diduga terlibat dalam perdagangan manusia, serta ratusan URL dan nama pengguna terkait aktivitas mencurigakan | @interpol |
Prakarsa ini menunjukkan komitmen kuat dalam menangani pola-pola baru perdagangan manusia yang meresahkan, termasuk penggunaan media sosial, aplikasi pesan, dan situs web untuk merekrut serta mengeksploitasi korban.
Operasi tersebut menjadi respons terhadap meningkatnya jumlah korban dari Amerika Latin yang tertipu oleh tawaran pekerjaan palsu. Setelah dibujuk, mereka dibawa ke Eropa dan menjadi korban eksploitasi, khususnya dalam bentuk pelacuran.
Data mengungkapkan bahwa perdagangan manusia kini lebih kompleks dengan keterlibatan berbagai teknologi yang mempermudah jaringan kejahatan terorganisasi dalam menjalankan aksinya. Melalui operasi yang berlangsung pada 19 hingga 22 November 2024, Interpol berhasil mengumpulkan informasi penting yang membuka jalan bagi penyelidikan lebih lanjut.
Penjabat Direktur Eksekutif Layanan Kepolisian Interpol, Cyril Gout mengungkapkan teknologi kini lebih dari sebelumnya, memfasilitasi segala bentuk kejahatan terorganisasi termasuk perdagangan manusia.
"Teknologi kini lebih dari sebelumnya, memfasilitasi segala bentuk kejahatan terorganisasi - perdagangan manusia tidak terkecuali. Minggu operasional yang inovatif di kantor pusat Interpol ini berhasil mempertemukan petugas di kedua ujung aliran perdagangan manusia yang meresahkan ini antara Amerika Latin dan Eropa. Kerja keras mereka menghasilkan pendeteksian ratusan insiden dan elemen data yang akan menjadi dasar untuk penyelidikan lebih lanjut," tegas Cyril Gout dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (19/12/2024).
Dengan memanfaatkan keahlian di bidang pengenalan wajah, kejahatan dunia maya, dan analisis kriminal, operasi ini menunjukkan bagaimana teknologi bisa digunakan untuk melawan kejahatan. Para petugas dari negara-negara peserta bekerja sama untuk menyelidiki berbagai data yang diperoleh dari situs web dan aplikasi.
Dari upaya ini, ditemukan 68 korban potensial, 146 pelaku yang diduga terlibat dalam perdagangan manusia, serta ratusan URL dan nama pengguna terkait aktivitas mencurigakan. Hasil ini menyoroti pentingnya kolaborasi lintas negara dalam melawan perdagangan manusia di era digital.
Dalam salah satu kasus, polisi Belanda dan Venezuela berhasil mengidentifikasi korban perdagangan manusia yang diiklankan sebagai pendamping melalui situs web Eropa. Dengan menggunakan basis data Interpol, mereka menemukan bahwa korban tersebut tercatat dalam Blue Notice, yaitu pemberitahuan internasional untuk melacak individu yang terkait dengan kejahatan. Hal ini menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam mengungkap kasus perdagangan manusia.
Kasus lain melibatkan wanita Brasil yang diperdagangkan ke Irlandia melalui situs web layanan dewasa. Dalam kasus ini, polisi Brasil dan Irlandia bekerja sama untuk mengidentifikasi seorang perekrut yang memiliki hubungan dengan kelompok kejahatan terorganisasi. Upaya ini menggarisbawahi pentingnya kerja sama internasional dalam memutus rantai perdagangan manusia yang melibatkan berbagai negara.
Sementara itu, di Spanyol dan Kolombia, polisi menyelidiki kasus perempuan Kolombia yang dijanjikan pekerjaan sebagai pendamping di Spanyol. Setelah tiba, mereka dipaksa menjadi pelacur dan diminta membayar utang sebesar EUR 12.000 untuk memperoleh kebebasan mereka. Penyelidikan ini menunjukkan pola eksploitasi yang semakin kompleks dan menuntut pendekatan yang lebih terintegrasi untuk mengatasinya.
"Polisi Belanda juga menemukan grup Telegram yang aktif menawarkan pekerjaan untuk pekerja seks. Penyelidikan terhadap grup ini mengungkap gambar, nama pengguna, dan nomor telepon yang kemudian didistribusikan ke petugas lain untuk penyelidikan lebih lanjut. Di Jerman, petugas menemukan korban yang berpotensi di bawah umur sedang diiklankan di Swiss, yang kemudian segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang Swiss melalui sistem pesan aman Interpol," ungkap Interpol.
Operasi ini memberikan wawasan baru bagi negara-negara peserta untuk lebih memahami pola-pola perdagangan manusia yang difasilitasi oleh teknologi. Selain itu, acara ini juga menjadi wadah untuk berbagi pengalaman, strategi, dan pengetahuan guna memperkuat kemampuan dalam memerangi kejahatan ini di masa depan. Dukungan dari organisasi internasional seperti Europol, META, STOP THE TRAFFIK, dan UNODC semakin mempertegas pentingnya kolaborasi global dalam melawan perdagangan manusia.
Dengan didanai oleh Global Affairs Canada dan OSCE, operasi ini melibatkan partisipasi negara-negara seperti Brasil, Kolombia, Republik Dominika, Jerman, Irlandia, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Venezuela. Keberhasilan operasi ini menjadi langkah awal yang penting dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi masyarakat global.
Operasi Interpol ini bukti nyata bahwa perdagangan manusia tidak dapat dilawan secara individual. Diperlukan kerja sama global yang melibatkan berbagai negara, organisasi, dan teknologi canggih untuk memberantas kejahatan ini. Dengan semangat kolaborasi yang kuat, harapan untuk mengakhiri eksploitasi manusia semakin dekat menjadi kenyataan.