cover: topik.id |
Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim ekstrem yang dapat menyebabkan bencana alam, kerugian ekonomi, dan gangguan pada ekosistem alam.
Dua dari banyak faktor yang mempengaruhi perubahan iklim ekstrem di Indonesia adalah El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD). Kedua fenomena ini memiliki peran penting dalam mempengaruhi pola cuaca di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Dalam laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI) mengungkapkan fenomena ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional karena adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian.
"Berdasarkan pengamatan yang dilakukan BMKG, indeks El Nino pada Juli ini mencapai level moderate, sementara IOD sudah memasuki level index yang positif. Fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan sehingga membuat musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah. Puncak kemarau kering 2023 diprediksi akan terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022," keterangan tertulis di laman resmi Kominfo, baru-baru ini.
Dampak El Nino dan IOD di Indonesia
Sumber: kominfo |
Sepanjang musim kemarau ini, sektor pertanian akan dapat terdampak, terutama lahan pertanian tadah hujan yang masih menggunakan sistem pertanian tradisional.
Selain itu, kondisi kekeringan ini juga dapat berujung kepada bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan krisis kabut asap yang berdampak pada kualitas lingkungan, ekonomi, sosial, hingga kesehatan masyarakat.
Pihak Kominfo juga menghimbau menghemat penggunaan air dalam aktivitas sehari-hari, serta menampung hujan yang masih mungkin turun sebagai cadangan air.
"Untuk mengurangi dampak tersebut, #SobatBMKG bisa banget lho ikut berkontribusi mulai dari menghemat penggunaan air dalam aktivitas sehari-hari, serta menampung hujan yang masih mungkin turun sebagai cadangan air. Yuk, lebih bijak menggunakan air!," tulisnya kembali.
Sementara itu, penelusuran topik.id, Sabtu (5/8/2023) dari laman resmi BMKG NTB menerangkan bahwa El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Sebab itu memicu tumbuhnya awan di Samudera Pasifik tengah dan berimbas pada curah hujan di Indonesia berkurang. Adapun dampak El Nino di Indonesia secara umum adalah sebagai berikut.
Curah Hujan Turun
Curah hujan berkurang drastis. Tingkat penurunan sendiri tergantung dari intensitas El Nino. Selain itu tingkat penurunan di masing-masing wilayah juga beragam sehingga tidak bisa disamaratakan.
Kekeringan
Efek penurunan curah hujan kemudian berdampak pada kekeringan di berbagai wilayah. Kondisi ini tidak hanya berbahaya bagi dunia pertanian, namun masyarakat yang terdampak berpotensi tidak bisa mendapatkan akses air bersih untuk konsumsi.
Kualitas Pertanian Menurun
Suhu panas yang terjadi saat El Nino berdampak pada penurunan kualitas tamanan pertanian seperti buah atau sayur. Biasanya, buah dan sayur cenderung mengerdil atau memiliki rasa yang kurang segar. Hal itu terjadi karena berbagai faktor, salah satunya adalah air.
Kebakaran Hutan
Cuaca panas yang disebabkan oleh El Nino juga bisa memicu kebakaran hutan. Suhu panas dapat memicu munculnya bibit api yang dapat membakar rumput atau kayu kering.
Biota Laut Terdampak
Arus hangat yang terjadi karena El Nino juga berdampak pada biota laut terutama di laut lepas pantai Pasifik.
Kesimpulan
Untuk mengatasi dampak perubahan iklim ini, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Pemerintah harus lebih mengutamakan upaya pencegahan dan mitigasi, termasuk pengembangan sistem peringatan dini untuk bencana alam, kampanye kesadaran tentang perubahan iklim, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan lingkungan juga merupakan kunci untuk menghadapi tantangan perubahan iklim di masa depan.