iklan - scroll untuk melanjutkan membaca.

Jelang Pemilu, Singapura wanti-wanti kejahatan siber meroket

Selama pemilu, pelaku kejahatan siber dapat memanfaatkan semangat pemilu dan memasukkan tema-tema pemilu dalam serangan.

author photo
A- A+
Singapura
cover | @singapura
Menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2025, Singapura meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman kejahatan siber yang berpotensi mengganggu jalannya proses demokrasi. 

Setelah Presiden Tharman Shanmugaratnam secara resmi membubarkan parlemen dan mengeluarkan perintah pemilu pada 15 April 2025, perhatian publik pun beralih ke berbagai persiapan, termasuk keamanan digital. 

Cyber Security Agency of Singapore (CSA) mengeluarkan peringatan khusus yang menyoroti meningkatnya risiko serangan siber selama periode kampanye dan pemungutan suara yang akan berlangsung pada Minggu, 3 Mei 2025 mendatang.
"Dengan meningkatnya digitalisasi, banyak kegiatan yang biasanya dilakukan secara langsung telah beralih ke ruang digital atau berubah menjadi format hibrida. Kampanye pemilu di Singapura adalah salah satu contohnya, dengan para kandidat pemilu yang melakukan kegiatan kampanye secara daring untuk memperluas jangkauan mereka kepada para pemilih," tulis CSA dalam pengumuman resminya, dikutip Senin (28/4/2025). 
Dalam era digital saat ini, kampanye pemilu di Singapura mengalami transformasi besar. Kandidat dan partai politik kini memanfaatkan media sosial, situs web, serta platform konferensi daring untuk memperluas jangkauan dan berinteraksi langsung dengan pemilih. 

Perpindahan ini membawa banyak manfaat, seperti kemudahan akses dan efisiensi komunikasi. Namun, di sisi lain, ruang digital juga membuka peluang lebih besar bagi para pelaku kejahatan siber untuk melancarkan serangan kepada pemilih maupun kandidat.

Potensi ancaman siber selama masa pemilu sangat beragam, mulai dari serangan phishing hingga penyebaran malware. Penyerang biasanya menggunakan tema dan narasi yang berkaitan dengan pemilu untuk meningkatkan tingkat keberhasilan aksinya. 

Para pelaku dapat menyamar sebagai kandidat atau partai politik untuk mengelabui masyarakat. Dalam banyak kasus, serangan ini bertujuan mencuri data pribadi, menyebarkan disinformasi, atau bahkan menipu korban agar melakukan transaksi keuangan.

"Kegiatan ini mencakup penggunaan platform media sosial untuk memberikan informasi terkini secara langsung dan mengadakan rapat umum virtual, penggunaan situs web penggalangan dana, atau penggunaan alat konferensi web untuk menyelenggarakan sesi tanya jawab," terangnya.

Salah satu ancaman yang paling sering terjadi adalah phishing, yaitu upaya untuk mendapatkan informasi sensitif dengan menyamar sebagai pihak terpercaya. Pada masa pemilu, modus ini semakin canggih, termasuk membajak akun media sosial resmi kandidat atau membuat akun palsu yang sulit dibedakan dari aslinya. 

Melalui email, pesan teks, atau panggilan telepon palsu, pelaku mencoba mendapatkan data penting seperti kata sandi, nomor rekening bank, atau bahkan memanipulasi opini publik.

Tidak hanya phishing, penipuan keuangan juga menjadi masalah serius selama pemilu. Pelaku kejahatan kerap berpura-pura sebagai kandidat atau partai untuk meminta donasi palsu. Dalam beberapa kasus, mereka menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan pesan, gambar, atau suara palsu yang tampak meyakinkan. Bahkan, AI dapat digunakan untuk menyesuaikan taktik penipuan berdasarkan latar belakang politik calon korban, membuat upaya penipuan semakin sulit terdeteksi.

Ancaman lain yang mengintai adalah distribusi dan infeksi malware. Pelaku kejahatan bisa menyamar dengan menawarkan aplikasi konferensi video atau perangkat lunak lain yang terlihat sah untuk mendukung aktivitas kampanye daring. Begitu malware berhasil diinstal di perangkat korban, penyerang dapat mencuri data, memata-matai aktivitas, atau bahkan mengambil kendali penuh atas sistem korban tanpa disadari.

Penyebaran malware juga dapat terjadi melalui email atau SMS yang mengarahkan penerima ke situs palsu. Misalnya, korban bisa menerima email seolah-olah dari badan penyelenggara pemilu, meminta verifikasi data karena adanya 'kesalahan' dalam pendaftaran. Tanpa curiga, korban mengklik tautan yang justru memasang malware ke perangkat mereka. Teknik ini sangat berbahaya karena mampu merusak perangkat secara diam-diam dan mengakibatkan kebocoran data berskala besar.

Selain serangan teknis, manipulasi informasi juga menjadi ancaman besar terhadap integritas pemilu. Pelaku dapat mengubah dokumen resmi atau membajak akun kandidat untuk menyebarkan informasi palsu. Lebih jauh lagi, dengan memanfaatkan deepfake—teknologi berbasis AI untuk membuat gambar, video, atau audio palsu—pelaku bisa menciptakan rekaman yang menunjukkan kandidat mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Ini dapat merusak reputasi kandidat secara cepat dan luas.

Misinformasi dan disinformasi, baik yang sengaja maupun tidak, juga berpotensi menyesatkan pemilih. Informasi yang salah, jika tersebar luas, dapat mempengaruhi keputusan politik masyarakat, memperkeruh suasana, dan menurunkan kepercayaan terhadap proses demokrasi. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima informasi, memastikan sumber informasi yang valid, dan tidak mudah percaya pada berita yang belum terverifikasi.

Menyadari berbagai potensi ancaman ini, Cyber Security Agency of Singapore mengimbau seluruh masyarakat, terutama pemilih, untuk lebih berhati-hati selama periode pemilu. 

Pemilih diharapkan rajin memeriksa kebenaran informasi, berhati-hati terhadap komunikasi yang mencurigakan, dan menjaga keamanan data pribadi mereka. Dengan langkah preventif yang tepat, masyarakat dapat berpartisipasi dalam Pemilu 2025 dengan aman dan melindungi diri dari berbagai bentuk kejahatan siber.

"Namun, peralihan ke dunia digital ini memberi pelaku kejahatan siber lebih banyak peluang untuk menyerang pemilih yang tidak menaruh curiga. Saran ini memberi informasi kepada pemilih tentang potensi ancaman siber dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi atau mengurangi risiko menjadi korban," jelasnya.


Share:
Premium.
Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.

Update
Indeks