Donald Trump dan Xi Jinping | cover |
Beberapa negara bahkan memutuskan untuk melarang atau membatasi akses ke TikTok dengan alasan keamanan nasional, privasi pengguna, hingga perlindungan terhadap anak-anak dan remaja.
Wacana pemblokiran TikTok di Amerika Serikat (AS) semakin santer dan paling vokal terdengar pascasidang banding di Mahkamah Agung AS pada Jumat (10/1/2025). Jika para hakim agung mendukung UU pelarangan TikTok pada 19 Januari 2025, lebih dari 170 juta pengguna akan terdampak, tak terkecuali para konten kreator diaspora Indonesia di AS.
"TikTok adalah platform media sosial yang memungkinkan pengguna membuat, mempublikasikan, melihat, berbagi, dan berinteraksi dengan video pendek dilapis dengan audio dan teks. Sejak diluncurkan pada tahun 2017, platform telah mengumpulkan lebih dari 170 juta pengguna di Amerika Serikat dan lebih dari satu miliar di seluruh dunia. Itu pengguna adalah pembuat dan pemirsa konten yang produktif. Pada tahun 2023, Pengguna TikTok di AS mengunggah lebih dari 5,5 miliar video, yang kemudian dilihat lebih dari 13 triliun kali di seluruh dunia," laporan resmi opinion Mahkamah Agung AS, dikutip Sabtu (18/1/2025).
Di Asia, India menjadi negara pertama yang secara resmi melarang TikTok pada tahun 2020 dengan alasan ancaman terhadap keamanan nasional dan ketegangan geopolitik dengan China. Pakistan beberapa kali memblokir aplikasi ini karena alasan penyebaran konten yang dianggap tidak bermoral.
Afghanistan, yang dikuasai oleh Taliban, memblokir TikTok dengan dalih mencegah penyebaran konten yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Negara-negara lain seperti Somalia, Nepal, Taiwan, dan Bangladesh juga mengambil langkah serupa dengan alasan mulai dari regulasi konten hingga kekhawatiran keamanan siber.
Di Eropa, beberapa negara mulai mengikuti jejak India dan negara-negara Asia dalam membatasi TikTok. Albania, Prancis, Denmark, Belanda, Norwegia, Austria, Belgia, Latvia, dan Estonia telah memberlakukan larangan penggunaan TikTok di perangkat pemerintah dengan alasan keamanan data.
Inggris Raya juga mengambil tindakan serupa dengan alasan perlindungan terhadap informasi sensitif yang mungkin dieksploitasi oleh pihak asing. Kebijakan ini menunjukkan kekhawatiran yang berkembang terhadap potensi pengaruh China melalui aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan teknologi ByteDance tersebut.
Di Amerika Utara dan Oseania, Kanada, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru juga telah menerapkan larangan terhadap TikTok, terutama di perangkat yang digunakan oleh pegawai pemerintah. Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang paling vokal dalam menentang TikTok, dengan beberapa negara bagian bahkan mempertimbangkan larangan total bagi seluruh warganya. Australia dan Selandia Baru juga mengkhawatirkan pengaruh TikTok terhadap privasi dan keamanan nasional, terutama terkait potensi akses data oleh pemerintah China.
Berikut daftar blokir terhadap TikTok di berbagai negara:
1. India.
India menjadi negara pertama yang secara resmi melarang TikTok pada Juni 2020. Pemerintah India menyatakan bahwa aplikasi ini, bersama dengan puluhan aplikasi asal China lainnya, berpotensi mengancam keamanan nasional dan kedaulatan digital negara. Ketegangan geopolitik antara India dan China, terutama setelah bentrokan di perbatasan Himalaya, turut memperkuat keputusan ini.
2. Pakistan.
Pakistan telah beberapa kali memblokir TikTok dengan alasan penyebaran konten yang dianggap tidak bermoral dan bertentangan dengan nilai-nilai sosial negara tersebut. Meskipun larangan tersebut sempat dicabut beberapa kali, pemerintah Pakistan terus mengawasi aplikasi ini secara ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lokal.
3. Afghanistan.
Taliban, yang kini berkuasa di Afghanistan, memblokir TikTok dengan alasan mencegah penyebaran konten yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan budaya lokal. Pemerintah menyatakan bahwa aplikasi ini tidak sejalan dengan ajaran Islam dan dapat merusak moralitas masyarakat, khususnya generasi muda.
4. Somalia.
Pemerintah Somalia melarang TikTok karena khawatir aplikasi ini digunakan oleh kelompok teroris untuk menyebarkan propaganda dan informasi yang dapat mengancam keamanan nasional. Selain itu, mereka juga menyoroti dampak negatif aplikasi ini terhadap anak-anak dan remaja di negara tersebut.
5. Nepal.
Nepal memblokir TikTok dengan alasan keamanan siber dan meningkatnya kasus pelecehan online yang melibatkan platform ini. Pemerintah menilai bahwa TikTok gagal mengendalikan penyebaran konten yang merugikan masyarakat, terutama terkait dengan ujaran kebencian dan penyalahgunaan data pribadi.
6. Taiwan.
Taiwan melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah dengan alasan keamanan nasional. Mereka khawatir bahwa aplikasi ini dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data oleh pemerintah China, yang dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara.
7. Albania.
Albania mengikuti langkah negara-negara Eropa lainnya dengan melarang TikTok di perangkat pemerintah. Mereka menyoroti risiko keamanan siber yang dapat timbul dari penggunaan aplikasi ini oleh pejabat negara, terutama dalam hal perlindungan data dan informasi sensitif.
8. Kanada.
Kanada melarang TikTok di semua perangkat milik pemerintah federal dengan alasan keamanan dan privasi data. Pemerintah menyatakan bahwa ada risiko signifikan terkait dengan cara TikTok mengumpulkan dan menyimpan data pengguna, yang dapat dimanfaatkan oleh pihak asing.
9. Denmark.
Denmark juga membatasi penggunaan TikTok di kalangan pegawai pemerintah setelah adanya laporan mengenai potensi ancaman terhadap keamanan data nasional. Mereka mengimbau warga untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan aplikasi ini, terutama dalam hal berbagi informasi pribadi.
10. Prancis.
Pemerintah Prancis melarang TikTok di perangkat resmi pemerintah dengan alasan keamanan siber dan risiko pengumpulan data oleh pihak asing. Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan pengaruh aplikasi ini terhadap kaum muda, terutama dalam hal penyebaran informasi yang tidak terverifikasi.
11. Belanda.
Belanda menerapkan kebijakan serupa dengan melarang penggunaan TikTok di perangkat yang digunakan oleh pegawai pemerintah. Mereka menilai bahwa aplikasi ini memiliki risiko tinggi terkait perlindungan data, terutama karena kepemilikannya oleh perusahaan China, ByteDance.
12. Norwegia.
Norwegia melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah dan mengimbau pejabat negara untuk tidak menginstal aplikasi ini. Pemerintah menyatakan bahwa ada risiko keamanan yang signifikan jika data pengguna jatuh ke tangan pihak asing.
13. Selandia Baru.
Selandia Baru melarang TikTok di perangkat pemerintah, khususnya di lingkungan parlemen. Kebijakan ini diambil berdasarkan kekhawatiran bahwa aplikasi ini dapat menjadi ancaman terhadap keamanan informasi dan data pejabat negara.
14. Inggris Raya.
Pemerintah Inggris melarang TikTok di perangkat milik pegawai pemerintah sebagai bagian dari langkah-langkah perlindungan terhadap keamanan data nasional. Mereka juga menyoroti kekhawatiran terkait potensi pengaruh asing melalui aplikasi ini.
15. Latvia.
Latvia mengikuti langkah negara-negara Eropa lainnya dengan menerapkan larangan terhadap TikTok di perangkat pemerintah. Mereka khawatir bahwa aplikasi ini dapat mengancam keamanan data nasional dan memberikan akses kepada pihak asing.
16. Austria.
Austria membatasi penggunaan TikTok di kalangan pegawai pemerintah dengan alasan perlindungan data dan keamanan nasional. Pemerintah menegaskan bahwa aplikasi ini memiliki risiko yang tidak dapat diabaikan terkait privasi pengguna.
17. Belgia.
Belgia melarang TikTok di perangkat resmi pemerintah setelah adanya laporan mengenai potensi pengumpulan data oleh China. Mereka juga menyatakan bahwa aplikasi ini dapat digunakan untuk menyebarkan propaganda yang berbahaya bagi kepentingan nasional.
18. Estonia.
Estonia memutuskan untuk membatasi penggunaan TikTok di perangkat pemerintah setelah adanya peringatan dari otoritas keamanan siber. Mereka menilai bahwa aplikasi ini berisiko tinggi terhadap kebocoran data dan pengaruh asing.
19. Australia.
Australia mengeluarkan larangan penggunaan TikTok di perangkat milik pemerintah federal dengan alasan keamanan nasional. Mereka mengkhawatirkan kemungkinan akses data pengguna oleh pemerintah China dan dampaknya terhadap kepentingan strategis negara.
20. Bangladesh.
Bangladesh memblokir TikTok dengan alasan penyebaran konten yang tidak sesuai dengan norma sosial dan budaya negara. Pemerintah juga menyatakan bahwa aplikasi ini dapat memberikan dampak negatif bagi generasi muda, terutama dalam hal penyalahgunaan media sosial.
Meski banyak yang menentang kebijakan ini karena dinilai membatasi kebebasan berinternet, pemerintah di berbagai negara berargumen bahwa langkah ini perlu diambil demi melindungi warga negara mereka. Ke depan, perdebatan mengenai pengaruh dan regulasi media sosial seperti TikTok kemungkinan akan terus berlanjut seiring dengan perkembangan teknologi dan geopolitik serta geoteknologi global.