Riset: Ekonomi kelas menengah Indonesia tergerus

Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan yang memberatkan kelas menengah.

author photo
A- A+
Statistik BRIN | @brin.go.id
Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia menjadi perhatian serius dalam diskusi Economic Outlook 2025 yang diadakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Zamroni Salim mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, populasi kelas menengah menyusut hingga 18,8%, turun dari 57,33 juta menjadi 48,27 juta jiwa. 

Ia menekankan bahwa tekanan ekonomi, seperti meningkatnya biaya hidup dan beban pajak, menjadi faktor utama yang menggerus daya beli masyarakat sekaligus memengaruhi kestabilan ekonomi secara keseluruhan.
"Kelas menengah menghadapi beban berat, seperti kenaikan tarif pajak penghasilan, tambahan pungutan seperti TAPERA, hingga cukai makanan dan minuman berpemanis. Hal ini mempersempit ruang gerak ekonomi mereka," ungkap Zamroni dalam keterangannya di laman resmi BRIN, dikutip Kamis (12/12/2024).
Lanjutnya, konsumsi domestik yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi ikut terdampak. Penurunan daya beli kelas menengah menghambat pertumbuhan sektor produksi, yang pada akhirnya membatasi penyerapan tenaga kerja. 

"Kondisi ini menimbulkan efek domino pada sektor manufaktur dan jasa, yang bergantung pada stabilitas konsumsi kelas menengah," jelas Zamroni.

Solusi untuk mengatasi penurunan ini, menurut Zamroni, harus berfokus pada kebijakan yang mendukung kelas menengah, seperti pengurangan beban pajak dan insentif ekonomi. 

"Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan yang memberatkan kelas menengah. Dukungan seperti subsidi energi atau program sosial yang lebih inklusif dapat membantu memperbaiki daya beli mereka," tambahnya.

Selain itu, Zamroni menekankan pentingnya investasi berkualitas untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang strategis, seperti manufaktur dan teknologi. "Investasi dengan efek pengganda tinggi, seperti pada sektor tekstil, makanan, dan industri berbasis teknologi, harus menjadi prioritas untuk memperkuat kelas menengah," tegasnya.

Pemerintah juga diharapkan lebih proaktif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan. "Peningkatan kualitas SDM akan membuka peluang bagi kelas menengah untuk kembali tumbuh dan berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian," katanya.

Sebagai tambahan, Zamroni menggarisbawahi perlunya fokus pada daerah-daerah dengan indeks pembangunan manusia (IPM) rendah. "Daerah tertinggal seperti Papua, Maluku, dan Kalimantan Selatan memerlukan perhatian khusus untuk meningkatkan kualitas hidup dan akses ekonomi warganya," ujar Zamroni.

Melalui kombinasi kebijakan yang mendukung kelas menengah dan peningkatan investasi berkualitas, Zamroni optimistis bahwa Indonesia dapat mengembalikan stabilitas kelas menengah sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi. 

"Kelas menengah adalah jantung ekonomi kita. Menjaga mereka tetap kuat berarti menjaga masa depan ekonomi Indonesia," pungkasnya.
Share:
Premium.
Terkini
Lihat semua
Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.

Update